makalah perkembangan islam pada masa kekuasaan mamluk di mesir
PERKEMBANGAN
ISLAM PADA MASA
KEKUASAAN MAMLUK
DI MESIR
MAKALAH
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu:
Drs. H. Jasman
Harun, M.Ud.
Jurusan
Hukum
Tata Negara/Siyasah (HTN) II
A
Di
Susun Oleh :
Kelompok
II
Hasan Ajahari
Nim: 16.24.120
Isma Wahyudi
Nim: 16.24.122
Zainal Abidin
Nim: 16.24.146
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2017
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Perkembangan Islam pada Masa Kekuasaan Mamluk di Mesir.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah tentang Perkembangan Islam pada Masa Kekuasaan Mamluk di Mesir ini
dapat memberi-kan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kuala
Tungkal, April 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................ i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya kekuasaan Mamluk .......................................... 2
B. Pemerintahan
pada Masa dinasti Mamluk Bahri (648-792
H/ 1250-1389 M) 3
C. Pemerintah pada
Masa Dinasti Mamluk Burji (792-923 H./ 1389-1517 M) 9
BAB III PENUTUP
A... Kesimpulan
..................................................................................... 12
B.... Saran
............................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang menganut azaz
persamaan (equality) sesama manusia dan saling bertergantungan satu sama
lainnya.Islam tidak membedakan antara manusia pria atau wanita, orang Arab atau
orang non Arab (‘ajam), orang bangsawan atau rakyat jelata karna semuanya sama
kedudukannya dimata Allah.
Karena itu tidak mengherankan jika ada orang
yang tadinya adalah budak, orang tawanan, dan setelah ia masuk Islam dan
dibebaskan, dia akhirnya menjadi orang penting, bahkan ada yang menjadi
panglima, dan raja-raja besar. Dalam sejarah Islam, raja-raja yang berasal dari
budak ini disebut Mamalik, atau oleh literatur Barat Mamluk.
Dalam dunia Islam ada dua pemerintahan yang
berhasil didirikan oleh kaum mamluk, yaitu Dinasti Mamluk di India (1206-1290)
yang dibentuk oleh Qutbuddin Aybak, dan Dinasti Mamluk di Mesir (1250-1517).
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang akan penulis angkat dalam makalah ini,
yaitu:
1.
Bagaimana sejarah
berdirinya kekuasaan mamluk?
2.
Bagaimana Pemerintahan pada
Masa Dinasti Mamluk Bahri?
3.
Bagaimana Pemerintahan pada Masa Dinasti Mamluk
Burji?
C.
Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah
ini bertujuan untuk memahami bagaimana sejarah berdirinya kekuasaan mamluk
serta bagaimana pemerintah pada masa dinasti mamluk bahri dan bagaimana
pemerintah pada masa dinasti mamluk burji.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Kekuasaan Mamluk
Kata
Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar
manjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak
yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti
hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba
dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan
‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari golongan hamba
yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayub. Mamluk
Dinasti Ayubi’yah berasal dari Asia kecil, Persia (Iran), Turkistan, dan Asia
Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku Bangsa Turki, Syracuse,
Sum, Rusia, kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Mamluk sultan yang
berkuasa merupakan gabungan para Mamluk sultan-sultan sebelumnya, yakni Mamluk
para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Dinasti mamluk atau
mamalik adalah sebuah dinasti atau pemerintahan yang didirikan oleh para budak.
Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti
ayubiyah sebagai budak, yang kemudian di didik dan dijadikan tentara, dan
mereka ditempatkan di tempat yang tersendiri yang terpisah dari masyarakat.
Oleh penguasa ayubiyah yang terakhir, al Malik al Saleh, mereka dijadikan
pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa itu mereka
mendapat hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam imbalan-imbaan
meteriil[1].
Ketika
al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai
Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada
tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan
Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih,
Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha
mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu.
Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin
dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan
kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi
segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya
kendali pemerintahan.
Pada
mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa
sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak
sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini
merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti
Mamalik[2].
B.
Pemerintahan
Pada Masa Dinasti Mamluk Bahri (648-792 H/ 1250-1389 M)
Nama
Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik
Shaleh Najmuddin Ayyub kepada para Mamluk, tempat ini berada di sebuah pulau di
tepi Sungai Nil, yaitu Pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi dengan senjata,
pusat pendidikan, dan latihan militer. Sejak itu para Mamluk ini dikenal denga
sebutan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan).
Salah
satu yang merupakan keunikan dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk ini
adalah adanya ambisi untuk menjadi Sultan dari seorang Mamluk wanita yang
bernama Syajar Ad-Dur. Dia adalah isteri Sultan Dinasti Ayyubiyah, Al-Shaleh
Najmuddin Ayyub. Syajar Ad-Dur mengambil alih kekuasaansetelah suaminya
meninggal dunia dalam pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyath, Mesir.
Putra mahkota Turansyah ketika itu sedang berada di Syam. Untuk menjaga agar
semangat pasukan Islam, sang istri menyembunyikan berita kematian suaminya.
Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar
Ad-Dur. Kepemimpinan Syajar Ad-Dur ini berlangsung selama 80 hari[3].
Dalam
sumber lain dikatakan bahwa setelah Al-Malik Shaleh meninggal (1249 M), anaknya
Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan mamalik merasa terancam karena
turansyah lebih dekat dengan tentara asal Kurdi. Akhirnya, pada tahun 1250 M,
Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Setelah
kejadian ini Syajar Ad-Dur yang juga berasal dari kaum Mamluk mengambil alih
kekuasaan.Kekuasaannya berlangsung lebih kurang selama tiga bulan.
Kekuasaan
Syajar Ad-Dur ini berakhir dengan adanya teguran dari Khalifah Abbasiyah di
Baghdad, bahwa yang memerintah itu seharusnya adalah seorang pria dan bukan
wanita.Syajar tidak sanggup menolak perintah khalifah tersebut, akhirnya ia
memutuskan untuk menikah dengan sultan pengganti dirinya yang bernama Izzuddin
Aybak agar dapat memerintah di belakang layar. Akan tetapi segera setelah itu
Aybak membunuh Syajar Ad-Dur dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa
sebagai sultan syar’i (formalitas) di samping dirinya sebagai
penguasa yang sebenarnya. Namun, akhirnya Aybak juga mambunuh Muasa. Ini
merupakan akhir dari Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan Dinasti
Mamalik.
Aybak
resmi menjadi sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri. Ia berkuasa selama tujuh
tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang
masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan
digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang
mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak
kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol
yang sudah berhasil menduduki hamper seluruh dunia Islam. Kedu tentara bertemu
di Ain Jalut pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan
Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan
ini membuat Mamalik menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya.
Penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik[4].
Perang
ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan kemenangan
pertama kaum muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan
mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan.
Pusat
kekhalifahan Islam akhirnya berada di Kairo setelah Baghdad luluh lantak oleh
tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan mamluk makin
bertambah kuat. Bahkan, Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657
H/1260 M- 676 H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak ada lagi
Mamluk senior selai Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah
memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut Tengah dan Pegunungan
Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan sepanjang pantai Laut
Merah. Prestasi Baybars yang lain adalah menghidupkan kembali kekhalifahan
Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M[5].[ Baybar
juga meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya, untuk mendapatkan simpati
rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah.
Prestasi
Baybars dalam bidang agama, ia adalah sultan Mesir pertama yang mengangkat
empat orang hakim yang mewakili empat mazhab, ia juga mengatur keberangkatan
haji secara sistematis dan permanen. Ia juga dikenal sebagai sultan yang shaleh
dalam soal agama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah.
Di
bidang diplomatik, Baybars menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bershabat
dan tidak membahayakan kekuasaannya. Ia memperbaharui hubungan Mesir dengan
Konstantinopel, serta membuka hubungan Mesir dengan Sisilia. Selain itu ia juga
menjalin ikatan perdamaian dan hubungan baik dengan Barke (Baraka) yang
merupakan keponakan dari Hulagu Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di
Golden Horde dan Kipchak (wilayah di bagian Barat kerajaan Mongol).
Di
bidang perekonomian dan perdagangan juga mengalami kemajuan pesat yang membawa
kepada kemakmuran. Jalur perdagangan yang sudah dibangun sejak Dinasti
Fathimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis.
Kota Kairo menjadi kota penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia
Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat, dan menjadi lebih penting setelah
jatuhnya Baghdad. Baybars dan beberapa sultan setelahnya memberikan kebebasan
kepada petani untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal ini mendorong mereka
untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Mesir. Bidang perhubungan darat dan laut juga menjadi lancer dengan
membuat terusan-terusan, pelabuhan, dan meng hubungkan Kairo dan damaskus
dengan layanan pos cepat. Pos cepat ini hanya memakan waktu empat hari dengan
menggunakan beberapa ekor kuda yang tersedia pada setiap stasiun di sepanjang
jalan. Selain pos dengan menggunakan kuda, juga ada pos cepat menggunakan
burung merpati yang sudah ada sejak zaman Fathimiyah.
Pada
masa ini, ilmu pengetahuan juga mengalami kemajuan pesat. Hal ini disebabkan
jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan
diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan, melanjutkan perjuangan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan
oleh orang-orang Mongol. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
berkembang ketika itu adalah sejarah, kedokteran, matematika, astronomi, dan
ilmu agama.
Di
bidang sejarah tercatat nama-nama beberapa pakar, antara lain Ibnu Khalikan,
Ibnu Khaldun (penulis kitab al-‘Ibar), Abu Al-Fida’, Ibn Tagri Bardi Atabaki,
Al-Maqrizi yang terkenal sebagai seorang penulis sejarah kedokteran.
Bidang
ilmu kedokteran juga mengalami kemajuan dengan adanya penemuan-penemuan baru.
Abu Hasan \Ali Nafis (w.1288) seorang kepala rumah sakit Kairo menemukan
susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dahulu
dari Servetus (orang Portugis). Selain itu, juga terdapat tokoh-tokoh lain,
seperti Nasiruddin At-Tusi (1201-1274) seorang ahli observatorium, dan Abu
Faraj Tabari (1226-1286 M), ahli matematika[6].
Di
bidang seni arsitektur juga berkembang dengan baik. Para sultan berlomba
mendirikan bangunan-bangunan monumental yang berseni tinggi. Bermunculanlah
bangunan sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah dan megah. Bangunan-bangunan
tersebut ada yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini, seperti masjid
Rifa’I dan masjid Sultan Hasan di Kairo. Mesjid ini sempat dikunjungi presiden
Amerika Serikat, Barrack Obama, ketika kunjungannya ke Mesir. Kita juga masih
bisa saksikan salah satu bekas istana Mamalik di Maidan Abbasiyah Kairo, Mesir.
Pemerintahan
Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiyah. Diawali oleh Az-Zhahier
Bibaris. Tapi tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk di bawah
kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bani Bibarisiyah adalah Al-Mansur
Qalawun (678 H-689 H/ 1280-1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya dalam
pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk
memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan
Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun
adalah putra pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M).
Masa
setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk Bahri dipimpin oleh Mamluk
keturunan Muhammad hingga Sembilan sultan. Sultan terakhir dari Dinasti Mamluk
berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Assyraf bin Sya’ban sekitar tahun
791 H/1388 M. Ia digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan
pertama pada pemerintahan Mamluk Burji[7].
Di
antara peristiwa penting pada masa ini (pasca Qalawun) adalah sebagai berikut:
1)
pada tahun 680 H/1281 M, Manshur Qalawun
berhasil menghancurkan pasukan Tartar dengan sangat telak.
2)
pada tahun 702 H/1312 M, An-Nashir Muhammad bin
Qalawun berhasil menaklukkan kepulauan Arwad dan mengusir orang-orang Salibis
dari sana.
3)
pada tahun yang sama pasukan Tartar juga
dikalahkan dengan sangat telak pada perang Syaqhat di dekat Damaskus, ikut
dalam perang ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Secara turun-temurun, para sultan Mamluk Bahri seperti
terlihat pada tabel berikut ini[8].
No
|
Nama
|
Masa Pemerintahan
|
Akhir Pemerintahan
|
1
|
Syajarat Durr
|
648 H/1250 M
|
Dibunuh
|
2
|
Izzuddin Aybak
|
648 H/1250 M
|
Dibunuh
|
3
|
Nuruddin ‘Ali bin Aybak
|
655 H/1257 M
|
Dicopot
|
4
|
Saifuddin Qutuz
|
657 H/1258 M
|
Dibunuh
|
5
|
Zhahir Bibaris
|
658 H/1259 M
|
Wafat
|
6
|
Sa’id Barkah bin Bibaris
|
676 H/1277 M
|
Dicopot
|
7
|
‘Adil Badruddin bin Bibaris
|
689 H/1290 M
|
Dicopot
|
8
|
Manshur Qalawun
|
693 H/1294 M
|
Wafat
|
9
|
Asyraq Khalil bin Qalawun
|
694 H/1294 M
|
Dibunuh
|
10
|
‘Adil Katabagha
|
698 H/1298 M
|
-
|
11
|
Manshur Lajin
|
708 H/1208 M
|
Dibunuh
|
12
|
Nashir Muhammad bin Qalawun
|
709 H/1309 M
|
Diganti
|
13
|
Mudzafar Bibaris Abi Syakir
|
741 H/1340 M
|
Dibunuh
|
14
|
Nashir Muahmmad bin Qalawun
|
742 H/1341 M
|
Wafat
|
15
|
Manshur Abu Bakar bin Muhammad
|
742 H/1341 M
|
Dicopot
|
16
|
Asyraf Kazak bin Muhammad
|
743 H/1342 M
|
Dicopot
|
17
|
Nashir Ahmad bin Muhammad
|
746 H/1345 M
|
Dicopot
|
18
|
Shalih Ismail bin Muhammad
|
747 H/1346 M
|
Wafat
|
19
|
Kamil Sya’ban bin Muhammad
|
748 H/1347 M
|
Dibunuh
|
20
|
Muzhafar Amir Hajj bin Muhammad
|
752 H/1351 M
|
Dibunuh
|
21
|
Nashir Hasan bin Muhammad
|
755 H/1354 M
|
Dicopot
|
22
|
Shalih bin Muhammad
|
762 H/1360 M
|
Dicopot
|
23
|
Nashir Hasan bin Muhammad
|
764 H/1362 M
|
Dibunuh
|
24
|
Manshur Muhammad bin Amir Hajj
|
778 H/1376 M
|
Dicopot
|
25
|
Asyraf Sya’ban bin Hasan
|
783 H/1381 M
|
Dibunuh
|
26
|
Manshur ‘Ali bin Sya’ban
|
791 H/1388 M
|
Wafat
|
27
|
Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban
|
1389M-1390 M
|
Dicopot
|
C.
Pemerintahan
Pada Masa Dinasti Mamluk Burji (792-923 H./ 1389-1517 M.)
Masa
pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya sultan Barquq (784-801
H/1382-1399 M) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk
Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban. Jika Baybars berhasil mengusir Hulagu
Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur Lenk dengan
tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir tahun 1517, sehingga Mesir
selamat dari serangan Timur Lenk dan tentaranya yang kejam itu. Sesungguhnya
tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan Mamluk Bahri dan Mamluk
Burji, baik dari status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem
pemerintahan.
Pemerintahan
selanjutnya dipimpin oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808 H/1399-1405 M), putra
sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang telah masuk
Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan.
Banyak
dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi
salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan
dengan gejolak dan pertentangan yang terjadi.Dana kesultanan lebih banyak
dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara pemasukan semakin menipis,
sehingga pendidikan tidak begitu terperhatikan. Tekanan dari luar wilayah
Mamluk pun datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan persatuan
dan banyak yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa sultan Asyraf
Qaitbay (872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Maluk
di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di Selatan Mesir.
Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki Utsmani
terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara Dinasti
Mamluk dan tentara Turki Utsmani.
Begitulah
seterusnya para sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam maupun
dari pihak luar seperti tentara Turki Utsmani, dan Portugis yang melarang dan
mengusik jalur perdagangan di Laut Tengah, hingga tewasnya sultan Qanshus
Al-Guri ketika berperang melawan Turki Utsmani pada tahun 922 H/1516 M. Sejak
itu Dinasti Mamluk berada di bawah bayang-bayang tentara Turki
Utsmani. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan Mamluk Burji tidak bisa
membuat kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Dinasti mamluk Bahri.
Sultan
terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang
yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari golongan
Mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah
berhasil menguasai khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya Tumanbai
ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan
kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab Al-Zuwailah pada tahun
923 H/1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk.
Para Sultan Dinasti Mamluk Burji dapat dilihat
pada table berikut:
No
|
Nama Sultan
|
Masa
Pemerintahan
|
Akhir pemerintahan
|
1
|
Az-Zhahir Barquq
|
792 H/1389 M
|
Wafat
|
2
|
An-Nashir Farj bin Barquq
|
801 H/1398 M
|
Dicopot
|
3
|
Al-Manshur Abdul Aziz bin Barquq
|
Tiga bulan
|
Dicopot
|
4
|
An-Nashir Farj (kedua kali)
|
808 H/1405 M
|
Dibunuh
|
5
|
Al-Muayyid Syaikh
|
815 H/1412 M
|
Wafat
|
6
|
Al-Muzaffar Ahmad Ibn Al-Muayyid
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
7
|
Az-Zhair Thutar
|
Beberapa Bulan
|
Wafat
|
8
|
Ash-Shalih Muhammad bin Thutar
|
Beberapa Bulan
|
Dicopot
|
9
|
Al-Asyraf Barsibai
|
825 H/1421 M
|
Wafat
|
10
|
Al-Aziz Yusuf bin Barsibai
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
11
|
Az-Zhahir Jaqman
|
842 H/1438
|
Wafat
|
12
|
Al-Manshur Utsman bin Jaqman
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
13
|
Al-Asyraf Inal
|
857 H/1453 M
|
Wafat
|
14
|
Al-Muayyid Ahmad bin Inal
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
15
|
Az-Zhahir Kasyqadam
|
865 H/1460 M
|
Wafat
|
16
|
Az-Zhahit Balba
|
Dua Bulan
|
Dicopot
|
17
|
AZ-Zhahir Tamrigha
|
Dua Bulan
|
Dicopot
|
18
|
Khairbeik
|
Satu Malam
|
Dicopot
|
19
|
Al-Asyraf Qaytabai
|
872 H/1467 M
|
Wafat
|
20
|
An-Nashir Muhammad bin Qaytabi
|
901 H/1495 M
|
Dicopot
|
21
|
Qanshuh
|
902 H/1495 M
|
Dibunuh
|
22
|
An-Nashir Muhammad (dua kali)
|
903 H/1497 M
|
Dibunuh
|
23
|
Az-Zhahir Qanshuh
|
904 H/1498 M
|
Dicopot
|
24
|
Janbalah
|
905 H/1499 M
|
Dibunuh
|
25
|
Al-‘Adil Tumanbai I
|
Beberapa bulan
|
Dibunuh
|
26
|
Al-Asyraf Qanshuh Al-Ghauri
|
906 H/1500 M
|
Dibunuh
|
27
|
Tumanbai II
|
922-923 H/1516-1517 M
|
Dibunuh
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti Mamalik adalah salah satu kerajaan yang berada di Mesir yang pada
awalnya merupakan daerah yang bebas dari gangguan pihak luar dan muncul dalam
suasana diintegrasipolitik secara total mengawali masa kemunduran dunia Islam,
kendati dalam keadaan demikian, terbentuklah sebuah pemerintahan yang kokoh,
dikendalikan oleh dua kelompok Mamalik yakni Mamalik Bahri dan Burji yang mampu
bertahan selama tiga perempat abad.
Pada masa pemerintahannya,
dinasti mamalik mengalami beberapa kemajuan baik di bidang konsolidasi
pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, militer serta bidng seni dan budaya.
Namun demikian suatu pemerintahan tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akn
pernah bertahan lama, pasti akan mengalami kemunduran yang sekaligus membawa
kehancuran. Hal inilah yang dialami oleh dinasti Mamalik.
Kemunduran dan
kehancurannya disebabkan oleh adanya faktor interen yakni tidak stabilnya
pemerintahan disebabkan karena para penguasa ketika itu lemah, adanya kondisi
alam yang diluar dugaan mereka, seperti terjadinya musim kemarau yang
berkepanjangan serta wabah penyakit yang menjangkit mengakibatkan banyak yang
meninggal dunia. Sedangkan faktor eksteren yakni menguatnya Turki Usmani dalam
berbagai bidang sehingga dapat memukul mundur kekuatan dinasti mamalik sampai
menghancurkannya. Sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Mamalik.
B. Kritik dan
Saran
Demikian makalah yang kami buat ini, semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Demikian dan terima kasih
[1]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam
(bandung : pustaka setia, 2008) hal. 235.
[2]Gunawan Wibisono, Sejarah Dinasti Mamalik Di
Mesir, (8 Januari 2013), http://wibisono17.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 11 april 2017.
[3]Dedi Supriyadi, Op.cit. hal.237
[4]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Ed. 1. hal.125
[5]Dedi Supriyadi, Op.cit. hal.238
[6]Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam,
(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), cet. II. hal. 147-148
[7]Dedi Supriyadi, Op.cit. hal.239
[8]Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak
Zaman nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2006),
cet. IV, hal.304
Daftar Pustaka
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad
XX,(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2006), cet. IV.
Dewan
Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,
1994, cet. II.
Gunawan
Wibisono, Sejarah Dinasti Mamalik Di Mesir, (8 Januari 2013), http://wibisono17.blogspot.co.id, diakses pada
tanggal 11 april 2017.
Supriyadi,
Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : pustaka setia, 2008.
Wibisono,
Gunawan, Sejarah Dinasti Mamalik Di Mesir, (8 Januari 2013),
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006,
Comments
Post a Comment